Judul: Mengatasi Bias Warna Kulit Melalui Teknologi
“Kamu cantik, tapi sayang kulitmu gelap.” Kalimat ini masih sering terdengar di masyarakat. Tanpa disadari, teknologi yang kita gunakan sehari-hari juga memperkuat pandangan semacam ini.
Sebagai contoh, filter di media sosial yang otomatis memutihkan kulit atau kamera smartphone yang tidak selalu akurat dalam merepresentasikan warna kulit. Padahal, warna kulit manusia beragam, mulai dari terang hingga gelap, dan masing-masing memiliki keunikan serta keindahan tersendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Universitas Stanford pada tahun 2018 menemukan adanya bias warna kulit pada beberapa sistem kecerdasan buatan komersial. Bias ini tidak hanya terlihat dari tampilan akhir gambar, tetapi juga sudah terjadi sejak pengolahan data dalam teknologi tersebut.
Dok. TECNO
Musisi asal Indonesia yang telah mendunia, Anggun, membagikan pengalaman pribadinya menghadapi diskriminasi warna kulit sejak awal kariernya.
“Saat saya memulai karier di Indonesia, saya tahu bahwa saya tidak dianggap cantik karena warna kulit saya,” ungkap Anggun.
Penyanyi yang kini tinggal di Prancis ini merasakan sendiri perubahan representasi kulitnya akibat teknologi digital. Ia menyadari hal ini setelah putrinya memberikan komentar tentang sebuah foto panggungnya yang diunggah ulang.
“Putri saya bilang, ‘Ya ampun, Mama cantik sekali, tapi kenapa terlihat lebih putih?’ Saya bahkan tidak menyadarinya. Saya sudah terlalu terbiasa melihat foto-foto saya di-retouch,” kenang Anggun.
Bagi Anggun, warna kulit bukan sekadar tampilan fisik. Ia memandang warna kulit sebagai bagian dari identitas budaya yang lebih besar.
“Ketika melihat diri saya di cermin, saya tidak hanya melihat orangtua saya. Saya melihat Indonesia dan saya ingin orang-orang tahu itu. Mereka tidak akan tahu (hal tersebut) jika foto-foto saya tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya,” tegasnya.
Tecnologi untuk Keberagaman Warna Kulit
Bias warna kulit adalah masalah serius karena berdampak negatif, termasuk menurunkan rasa percaya diri. Banyak algoritma visual, seperti pengenalan wajah dan filter foto, sering kali kurang akurat dalam mengenali kondisi kulit yang sebenarnya.
Oleh karena itu, penting bagi ilmuwan dan pengembang teknologi untuk mengumpulkan data yang lebih adil serta mengevaluasi hasilnya dengan metode baru. Dengan begitu, teknologi dapat lebih inklusif dan mencerminkan semua warna kulit.
Kampanye #ToneProud diinisiasi untuk mengajak masyarakat menjelajahi dan merayakan keunikan warna kulit masing-masing sebagai bagian dari keberagaman manusia.
Kampanye ini didukung oleh Universal Tone, teknologi pencitraan bertenaga AI yang diklaim sebagai yang paling canggih, telah diluncurkan pada tahun 2023. Pengembangannya melibatkan riset kolaboratif dengan para akademisi ilmu warna dari universitas terkemuka di seluruh dunia.
Universal Tone memanfaatkan database warna kulit yang paling komprehensif di industri, dengan 268 patch warna kulit sebagai referensi untuk memastikan akurasi dalam merepresentasikan beragam warna kulit. Jumlah patch tersebut akan terus bertambah seiring perkembangan kemampuan AI.
General Manager mengungkapkan bahwa selama bertahun-tahun, terdapat perhatian besar terhadap riset konsumen, khususnya tentang masalah misrepresentasi warna kulit yang signifikan bagi pengguna di pasar berkembang.
“Melalui kampanye ini, kami berdiri bersama konsumen untuk mendorong inklusivitas yang lebih besar, sambil terus berinvestasi dalam riset dan pengembangan teknologi pencitraan untuk memberikan dampak nyata dalam mengatasi masalah ini,” ujarnya.
Anggun yang turut berpartisipasi dalam kampanye ini menekankan bahwa setiap individu perlu diingatkan tentang keunikan dan keindahan diri masing-masing. Dia juga menyoroti peran teknologi dalam mengubah persepsi masyarakat.
“Jika teknologi bisa membantu seperti yang dilakukan ponsel ini, hal ini akan memudahkan kita untuk mendobrak batasan dan mengubah persepsi serta mentalitas masyarakat,” ucap Anggun.
Selain Anggun, kampanye ini juga melibatkan sejumlah selebritas global lainnya, seperti sineas Arab Saudi Fatima Al-Banawi, penyanyi Nigeria Johnny Drille, dan aktris Polandia Ewa K?pys.
Menurut Johnny, keberagaman patch warna kulit dalam database mencerminkan komitmen untuk merayakan keunikan setiap individu. Di dunia yang terkadang membatasi individu dalam kategori sempit, teknologi Universal Tone mengingatkan bahwa setiap orang memiliki cerita unik yang patut diungkapkan.
Yuk, tunjukkan kebanggaan atas warna kulit unik yang kamu miliki dengan bergabung dalam kampanye #ToneProud. Temukan kodemu dan bagikan ceritamu di Instagram dengan tagar #ToneProud dan #UniversalTone.
Dengan langkah ini, kamu dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk merayakan keberagaman dan inklusivitas!
Ingatlah, setiap individu memiliki keindahan dan keunikannya tersendiri yang layak dirayakan dan ditampilkan apa adanya!