JAKARTA – Teknologi mobil telah berkembang pesat sejak awal 1900-an. Salah satu inovasi yang terus digunakan hingga saat ini adalah power steering.
Sebelum adanya power steering, diperlukan tenaga besar untuk memutar setir berkali-kali sebelum berbelok. Power steering merupakan langkah besar yang menjadikan proses berkendara relatif lebih mudah.
Asal-usul power steering dapat ditelusuri hingga tahun 1926. Seorang insinyur asal Amerika, Francis Davis, menciptakan sistem power steering pertama. Namun, sistem tersebut tidak digunakan hingga beberapa waktu setelah penemuan tersebut.
Davis memperoleh lima paten dari tahun 1931 hingga 1943, masing-masing untuk komponen yang berbeda dari sistem power steering buatannya.
Dia kemudian pertama kali diberi kontrak oleh General Motors (GM) untuk mengerjakan sistem power steering, meskipun kontrak tersebut terhenti akibat krisis ekonomi di AS pada tahun 1930-an.
Setelah itu, Davis bekerja di Bendix Corporation, yang berupaya memasarkan sistem power steering hidroliknya. Tiga tahun kemudian, sistem tersebut sudah dipasang pada setidaknya 10 mobil.
Menariknya, pada saat itu GM membeli dua desain paten Davis dan menggunakan desain tersebut di mobil Buicks.
Pada tahun 1945, saat memasuki Perang Dunia II, sistem power steering dianggap sebagai landasan dalam sejarah dan evolusi teknologinya.
Selama periode ini, produksi mobil meningkat untuk keperluan perang dan sistem power steering menjadi sangat penting, terutama untuk kendaraan berat. Hampir semua kendaraan lapis baja saat itu menggunakan power steering.
Setelah masa berlakunya paten Davis habis pada akhir Perang Dunia II, Chrysler menggunakan desain tersebut untuk menciptakan sistem power steering mereka sendiri yang dikenal sebagai ‘Hydraguide’.
Pada tahun 1960, hampir 3,5 juta unit mobil di AS telah dilengkapi dengan sistem power steering.
Seiring berjalannya waktu, teknologi mobil berkembang, termasuk sistem power steering.
Evolusi pertama dari power steering adalah sistem hidrolik yang menggunakan cairan untuk memberikan tekanan agar memudahkan putaran roda.
Sistem power steering hidrolik menggunakan cairan untuk menghasilkan tekanan pada roda saat roda kemudi diputar. Tekanan fluida itu dihasilkan oleh pompa yang digerakkan oleh sabuk yang terhubung ke mesin, meskipun penggunaan sabuk ini membuat sistem hidrolik dianggap kurang efisien dalam konsumsi bahan bakar.
Kemudian, sistem power steering beralih dari hidrolik ke elektrik. Sistem elektrik tidak menggunakan cairan hidrolik, tetapi dibantu oleh motor listrik sehingga lebih efisien dan dapat menyesuaikan diri tergantung pada kecepatan mobil, memberikan kemudi yang lebih ringan pada kecepatan rendah dan lebih berat pada kecepatan tinggi.