JAKARTA – Sejarah jalan tol di Indonesia tak bisa dipisahkan dari keberadaan Jagorawi. Jagorawi, singkatan dari Jakarta-Bogor-Ciawi, merupakan ruas tol pertama yang dibangun di Indonesia.
Jalan tol ini resmi dibuka untuk umum pada 9 Maret 1978, 46 tahun yang lalu.
“Jalan Tol Jagorawi merupakan jalan terbaik yang kita miliki,” ungkap Presiden Soeharto saat meresmikan tol ini.
Sebuah akun Instagram bernama @infocibubur._ memposting sejumlah foto yang menggambarkan proses pembangunan dan peresmian jalan Tol Jagorawi.
Dalam foto pertama, terlihat seekor kerbau melintasi Jalan Tol Jagorawi hanya dua hari setelah peresmian.
Foto berikut menunjukkan pemindahan rumah penduduk di bawah kabel listrik tegangan tinggi di depan Kampus UKI, Cawang, Jakarta, pada Rabu (25/8/1976), untuk proyek Tol Jagorawi. Pemilik warung bernama Subagio menerima ganti rugi sebesar Rp 504.000.
Dalam salah satu gambar, terlihat Presiden Soeharto membayar Rp 300 di pintu tol untuk menikmati jalan bebas hambatan pertama di Indonesia tersebut.
Sebuah patung orangan-orangan berwarna oranye terlihat memberikan isyarat untuk memperingatkan pengendara agar berhati-hati karena ada perbaikan jalan.
Setelah peresmian, Jalan Tol Jagorawi menjadi lokasi pertama untuk latihan balap sepeda selama SEA Games ke-10.
Cerita di balik pembangunan Jagorawi bermula dari wacana yang diajukan Wali Kota (saat ini setara Gubernur) Jakarta, Raden Sudiro, pada tahun 1955. Sudiro menjabat sebagai pemimpin kota Praja Jakarta Rawa dari 1953 hingga 1960.
Menurut dokumen berjudul “Jalan di Indonesia: dari Sabang Sampai Merauke” yang disusun oleh tim peneliti dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Sudiro mengusulkan pembangunan jalan berbayar untuk mendapatkan dana tambahan bagi pembangunan.
Namun, usulan tersebut ditolak oleh DPRDS dengan alasan bahwa jalan bebas hambatan dapat mengganggu lalu lintas, serta penarikan tarif jalan tol dianggap mirip dengan pungutan pajak pada masa kolonial.
Pada era Orde Baru, wacana ini kembali muncul. Direktur Jenderal Bina Marga saat itu, Suryatin Sastromijoyo, menjelaskan mengapa Indonesia memerlukan jalan tol.
Suryatin menggunakan Jakarta sebagai contoh, di mana pada tahun 1980, jalan arteri yang menghubungkan Jakarta dengan daerah lain (Karawang, Bogor, Tangerang) dipenuhi oleh kendaraan.
Dari hasil pengamatan, terdapat sekitar 50.000 hingga 70.000 kendaraan yang melintas setiap hari di jalur arteri tersebut, yang menyebabkan kemacetan lalu lintas dan berujung pada kerugian ekonomi.
Pembangunan infrastruktur harus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan produksi barang dan jasa serta pemerataan pembangunan.
Akhirnya, rencana pembangunan tol pun terealisasi pada tahun 1973 dengan dibangunnya Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Proyek ini memakan waktu lima tahun dan resmi beroperasi pada 9 Maret 1978.