JAKARTA – Meningkatkan performa skutik dengan bore-up bisa menjadi pilihan menarik. Meningkatnya kapasitas mesin dengan ukuran blok yang lebih besar akan berdampak pada peningkatan tenaga dan torsi.
Tentu saja, peningkatan performa ini disertai dengan konsekuensi yang harus diperhatikan oleh pemilik motor. Seperti yang diungkapkan oleh Dustin, pemilik bengkel Garage +62 di Jakarta Barat yang sering menangani upgrade mesin skutik.
“Kekurangan pertama adalah knalpot tidak boleh menggunakan standar. Knalpot standar memiliki banyak sekat dan saringan yang berfungsi untuk tekanan balik, yang dapat membuat ring piston cepat aus,” kata Dustin.
Knalpot yang tidak standar biasanya lebih berisik, yang tentu akan mengganggu. Dari segi ketahanan mesin, setelah diubah, mesin akan lebih cepat mengalami kerusakan.
“Ketahanannya tidak akan sehampir motor standar. Misalnya, jika motor standar bisa mencapai 100.000 km sebelum perlu turun mesin, motor yang sudah bore-up bisa memerlukan peremajaan di kisaran 50.000 km hingga 70.000 km,” lanjut Dustin.
Dia juga menyarankan agar pemilik motor yang melakukan bore-up lebih sering mengganti oli. Jika motor biasa mengganti oli setiap 2.000 km, maka motor bore-up sebaiknya diganti setiap 1.000 km, yang tentu akan lebih menguras biaya perawatan.
“Untuk konsumsi bahan bakar, injektor yang digunakan memang mengeluarkan lebih banyak BBM dibandingkan dengan standar. Namun, saat membeli bensin, perbedaan konsumsi tidak jauh berbeda, karena di motor matik, konsumsi boros dipengaruhi oleh bukaan gas,” terang Dustin.
Sesuai pengalaman Dustin saat mengendarai motor standar dan yang sudah bore-up dalam perjalanan ke puncak, motor standar harus membuka gas lebih dalam saat melewati tanjakan. Sementara motor bore-up tidak perlu melakukannya, sehingga konsumsi BBM tidak berbeda jauh tergantung pada kondisi jalan.