JAKARTA – Penggunaan sirine dan rotator pada kendaraan bermotor di jalan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam Pasal 134, ditentukan golongan kendaraan yang diperbolehkan menggunakan sirine dan lampu isyarat tersebut. Kendaraan pribadi yang menggunakan lampu isyarat yang tidak diperbolehkan dapat dikenakan sanksi hukum.
Selain sanksi terhadap penyalahgunaan rotator dan sirine, warna lampu pada rotator juga bervariasi tergantung pada fungsinya.
Sumber: Reza Rifaldi Lampu rotator pada kendaraan operasional PJR Polda Sulsel yang ditutup kaca film usai banyak menuai kritikan, di gedung Ditlantas Polda Sulsel, Jalan A P Pettarani, Kota Makassar, Sulsel, Rabu (3/1/2024).
Pengaturan mengenai warna lampu isyarat kendaraan tercantum dalam Pasal 59 ayat 5, yang menjelaskan bahwa tujuan lampu isyarat adalah untuk menciptakan ketertiban dan keamanan dalam lalu lintas.
Serta, meningkatkan efisiensi pelayanan publik, menjaga kewibawaan lembaga, dan menegakkan prinsip kesetaraan hukum.
Berikut isi Pasal 59 ayat 5:
a. Lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas kepolisian.
b. Lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor yang mengangkut tahanan, pengawalan tentara, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah.
c. Lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus.
“Penyalahgunaan lampu rotator dan sirene dapat membahayakan pengguna jalan lain dan dapat dikenakan sanksi hukum,” kata Dirregident Korlantas Polri, Brigjen Pol Yusri Yunus.