Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat kumulatif kasus DBD di Indonesia sampai dengan minggu ke-33 tahun 2024 adalah sebanyak 181.079 kasus dengan 1.079 kematian, lebih tinggi dibandingkan jumlah keseluruhan kasus sepanjang tahun 2023 yaitu 44.438 kasus DBD dengan 322 kematian.
Kota Bandung sendiri mencatatkan jumlah kasus DBD tertinggi pada periode yang sama dengan 46.594 kasus dan 281 kematian. Dr. R. Vini Adiani Dewi, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, memaparkan, di Provinsi Jawa Barat, pihaknya memang terus menghadapi tantangan serius dalam mencegah dan mengendalikan DBD.
“Setiap tahun, banyak warga terkena dampak penyakit ini, terutama di daerah-daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Hingga awal September saja, kami mencatat 47.525 kasus DBD di Jawa Barat dengan 286 kematian,” ungkap dalam siaran pers yang diterima baru-baru ini.
Untuk itu, kata dr. Vini, pihaknya berupaya maksimal melalui program pengendalian vektor dan peningkatan kesadaran masyarakat. Namun, pencegahan DBD bukan hanya tugas pemerintah, ini adalah tanggung jawab bersama.
Strategi ini mencakup pendekatan terpadu yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, pihaknya mengajak seluruh warga Jawa Barat turut aktif dalam pencegahan DBD melalui praktik 3M Plus dan memanfaatkan inovasi vaksin DBD demi kesehatan dan keselamatan bersama.
Melanjutkan pernyataan dr. Vini, dr. Anas Ma’ruf, MKM, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), Kementerian Kesehatan RI, menyampaikan, Indonesia menghadapi beban yang signifikan yang disebabkan oleh DBD, dengan ribuan kasus yang dilaporkan setiap tahun.
“Pemerintah telah menyusun strategi nasional yang komprehensif untuk memerangi penyakit ini dengan fokus pada penguatan sistem surveilans, pengendalian vektor, dan pemberdayaan pengelolaan akibat Dengue DBD secara 2021-2025, kami berkelanjutan menetapkan perlindungan target masyarakat,” ujarnya.
Melalui Strategi Nasional menurunkan angka kesakitan dan kematian menyeluruh sangat penting, mengingat risiko DBD yang mengancam semua orang tanpa terkecuali.
Cegah DBD dengan Vaksinasi
Sementara itu, dr. Buti A. Azhali, SpA, MKes, dokter spesialis anak mengatakan, masih banyak miskonsepsi seputar DBD yang beredar di masyarakat. Sebagian orang yang pernah terinfeksi DBD beranggapan bahwa mereka sudah kebal, tidak akan terinfeksi lagi.
Padahal, karena adanya 4 serotipe virus dengue, infeksi DBD bisa berulang, bahkan berisiko lebih parah. Oleh karena itu, memastikan perlindungan yang lebih baik melalui langkah-langkah pencegahan yang tepat sangatlah penting, salah satunya melalui metode vaksinasi.
Saat ini, vaksin DBD yang tersedia dapat diberikan kepada kelompok usia 6-45 tahun dan telah direkomendasikan penggunaannya oleh beberapa asosiasi medis, termasuk oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bagi anak usia 6-18 tahun, dan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bagi usia 19-45 tahun.
“Namun demikian, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan. Terkait dengan pemberian vaksin secara bersamaan dengan vaksin lain, tentunya masyarakat perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter tentang hal tersebut,” tutup dr. Buti.
Hal inilah salah satunya yang melatarbelakangi kegiatan ‘Langkah Bersama Cegah DBD’ bagian dari kampanye #AYO3MPlusVaksinDBD yang merupakan kemitraan antara beberapa pihak dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pemerintah dan pemangku kepentingan setempat, kini hadir di kota kembang, Bandung, Jawa Barat.
Rangkaian “Langkah Bersama Cegah DBD” yang diselenggarakan di Mal Paskal, Bandung, menghadirkan beberapa kegiatan edukasi seputar DBD dan upaya pencegahannya dari tanggal 6-8 September 2024.
“Bersama, kita akan mampu menjadikan DBD bukan lagi penyakit yang menakutkan, dan menciptakan Kota Bandung bebas DBD dengan menjaga implementasi 3M Plus serta mempertimbangkan metode perlindungan lain yang inovatif,” tutup Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht.