Mengoyak Tabir Pendidikan Inklusif dalam 95 Menit

Film Bird of A Different Feather: Renungan tentang Dunia Pendidikan yang Inklusif

Pernahkah Anda berhenti sejenak untuk merenungkan, seperti apa dunia pendidikan yang kita impikan? Apakah itu dunia dengan corak yang seragam, di mana semua berjalan seperti boneka yang dikendalikan oleh tangan yang berkuasa?

Atau, adakah impian akan dunia yang dipenuhi dengan berbagai warna, meski datang dengan ketidaksempurnaan, dan menawarkan masa depan yang lebih baik bagi semua?

Pertanyaan ini menjadi benang merah dalam film keempat karya Manohara K., Bird of A Different Feather.

Film Bird of A Different Feather: Pemenang Spotlight Award di Alternativa Film Awards and Festival 2024

Dari Kannada ke Indonesia

Bird of A Different Feather adalah judul internasional dari kolaborasi terbaru Sutradara Manohara K. dengan produser Prithvi Konanur dari Konanur Productions. Judul asli film ini adalah Mikka Bannada Hakki.

Dalam bahasa Kannada, yang digunakan oleh masyarakat India Selatan, Mikka Bannada Hakki memiliki makna yang mendalam, yaitu ‘burung yang berwarna-warni’.

Ketika film ini diboyong ke Yogyakarta oleh Alternativa Film Awards and Festival, diambil keputusan untuk menggunakan judul yang lebih global. Meski maknanya sedikit berbeda, kedua judul menyiratkan masalah yang serupa: keresahan mengenai dunia pendidikan yang tidak inklusif.

Prithvi Konanur menyatakan, “Judul ini (Bird of A Different Feather) dipilih karena dianggap paling mencerminkan judul asli (Mikka Bannada Hakki),” dalam sesi diskusi AFAF 2024,

Secara umum, Bird of A Different Feather menceritakan tentang Sonia, seorang gadis albino dari keluarga kurang mampu, yang harus menghadapi diskriminasi dan intimidasi. Kendala finansial orang tuanya menghalangi impian Sonia untuk menjalani kehidupan sekolah yang normal dan penuh kebahagiaan.

Ibunya tak mampu membelikan sepatu baru meski Sonia memohon, sementara ayahnya adalah penjual kacang tanah yang kadang bekerja keras dan kadang terjebak dalam kecanduan alkohol.

Sonia juga memiliki seorang adik laki-laki yang terkadang menyakiti hatinya dengan ejekan seputar albinisme.

Rasa sakit di rumah menjadi semakin tertekan di sekolah, di mana Sonia bukan hanya mendapat perlakuan yang tidak adil, tetapi juga harus menghadapi perundungan dari teman-teman sekelasnya serta tenaga pengajar.

Menonton Bird of A Different Feather seakan membawa penonton ke dalam realitas yang tidak jauh berbeda di Indonesia, karena kemiskinan menjadi isu utama. Meskipun Indonesia memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi, banyak orang masih terjebak dalam kondisi serupa.

Film ini secara realistis menggambarkan kemiskinan, mulai dari rumah yang tidak layak huni hingga adegan-adegan yang mencerminkan kesulitan hidup sehari-hari.

Pengambilan gambar yang mendalam dalam beberapa adegan menunjukkan kerentanan karakter utama, Sonia, tanpa mengabaikan detail-detail penting dalam pengaturan latar.

Salah satu momen penting adalah ketika Sonia melakukan stand up comedy di depan teman-temannya dan guru-gurunya, di mana penonton bisa merasakan perubahan emosional yang mengarah ke penerimaan diri.

Produser Prithvi Konanur dan Gernata Titi, perwakilan dari SALAM.
Produser Prithvi Konanur dan Gernata Titi, perwakilan dari SALAM.

Bayang-Bayang Kemiskinan dan Eksklusivitas Pendidikan

Fokus pada kemiskinan dalam analisis film ini tidak berarti mengabaikan karakteristik fisik Sonia. Baik di India maupun Indonesia, kemiskinan menjadi penghalang bagi banyak orang untuk mengakses pendidikan yang layak.

Hanya mereka yang memiliki cukup sumber daya yang bisa menikmati pendidikan dengan bebas. Kondisi ini dialami oleh Sonia, di mana ketidakmampuannya untuk memiliki sepatu baru mengundang intimidasi dari guru-gurunya.

Pendidikan yang seharusnya inklusif ternyata tidak berjalan sesuai harapan, dan banyak yang enggan mempelajari cara pengajaran yang seharusnya dilakukan.

  • Sistem Dukungan dan Sekolah Alternatif

Inklusivitas dalam pendidikan terus berkembang dan menjadi fokus untuk diperjuangkan hingga saat ini. Pembicaraan mengenai inklusivitas pendidikan kini merambat ke sistem pendidikan yang ada.

Di seluruh dunia, muncul sekolah-sekolah alternatif yang menawarkan pendekatan berbeda dalam kurikulum dan metode pengajaran dibandingkan sekolah formal.

Prithvi Konanur mengungkapkan bahwa ia menemukan beberapa sekolah alternatif di Indonesia, serupa dengan yang ada di India.

“Saya menemukan beberapa sekolah yang memberikan pembelajaran interaktif dan kontekstual dengan alam,” katanya saat penayangan film di Yogyakarta.

Para siswa tidak hanya belajar materi pelajaran yang umum, tetapi juga mendapatkan support system yang mereka butuhkan.

Sekolah alternatif berfungsi sebagai opsi bagi mereka yang tidak nyaman dengan sistem pendidikan tradisional, dengan pendekatan yang lebih inovatif dan mendekatkan emosional dengan siswa.

Sekolah ini juga memberikan akses pendidikan yang lebih setara bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

Poster film Bird of A Different Feather/Mikka Bannada Hakki.
Poster film Bird of A Different Feather/Mikka Bannada Hakki.
  • Albinisme dan Pendidikan yang Inklusif

Bersama Prithvi, Gernata Titi dari SALAM juga menyampaikan optimisme mengenai masa depan pendidikan. Titi percaya bahwa Bird of A Different Feather dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan yang inklusif.

“Film ini membuka kesadaran yang lebih luas, terutama untuk anak-anak berkebutuhan khusus,” ungkap Titi.

Membangun sekolah khusus untuk anak dengan albinisme merupakan tantangan, namun memulai dialog untuk menembus batasan antara mereka yang berkebutuhan khusus dan yang tidak bisa menjadi langkah awal.

Inklusivitas dalam pendidikan tidak hanya diartikan sebagai kesetaraan, tetapi juga sebagai kemauan untuk belajar dan mendengarkan.

Pendidikan tidak akan berhasil jika pengajar tidak mau menengok kebutuhan siswa dengan kebutuhan khusus.

Akhirnya, pendidikan akan bertahan bagi mereka yang mampu merayakan keberagaman, dan akan hilang bagi mereka yang tidak diberikan kesempatan.

Mengapa Anda Harus Menonton Film Ini?

Bird of A Different Feather/Mikka Bannada Hakki merupakan sinema semi-dokumenter yang menyentuh hati dan dapat menyentuh pengalaman individu Anda.

Meski bukan Sonia, penonton akan merasakan realitas bahwa kehidupan tidak selalu mudah, dan setiap orang bisa kehilangan kesempatan dalam perjalanan mereka.

Pendidikan hanyalah salah satu lapisan yang mencerminkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Masalah ketidakadilan ini bisa ditemukan di dalam keluarga, pertemanan, hingga dunia pekerjaan.

Film ini mungkin tidak mudah untuk ditonton, namun dapat meninggalkan banyak pertanyaan yang muncul setelah layar dimatikan. Dengan durasi 95 menit, kisah Sonia sebaiknya dinikmati dalam keadaan tenang, sebab film ini akan menggugah kesadaran tanpa terkecuali.

Source link

Scroll to Top