Konstipasi atau sembelit merupakan gangguan pencernaan yang sering terjadi pada anak. Sekitar 29,6% anak di dunia pernah mengalaminya, dan di Indonesia, 1 dari 3 anak toddler mengalami konstipasi.
Menurut dr. Ezy Barnita Sp.A(K), Dokter Anak Konsultan Gastrohepatologi, dari seluruh kasus anak yang dirujuk dengan konstipasi, 95% kasus merupakan konstipasi fungsional.
Penyebab konstipasi pada anak dapat beragam, seperti pergerakan usus yang lambat, perubahan pola makan, menunda buang air besar karena sedang bermain, sengaja menahan buang air besar akibat pengalaman buruk saat toilet training, dan ketakutan menggunakan toilet umum.
“Konstipasi pada anak-anak tidak boleh dianggap sepele. Gejala awalnya bisa mencakup sakit perut, penolakan untuk makan, tidur yang terganggu akibat lapar, dan lebih rewel,” kata dr. Ezy dalam siaran pers yang diterima baru-baru ini.
Jika tidak diatasi, kondisi ini bisa memicu perubahan perilaku, seperti mudah tersinggung, agresif, atau tantrum akibat kesulitan buang air besar. Masalah ini juga dapat mengakibatkan gejala fisik seperti kelesuan serta nafsu makan yang buruk.
Orang tua seringkali berasumsi bahwa konstipasi akan hilang dengan sendirinya. Namun, studi menunjukkan prevalensi konstipasi tetap tinggi saat anak tumbuh dewasa.
Banyak anak mengalami konstipasi hingga remaja dan dewasa; sekitar 43% mengalami masalah ini selama lebih dari 5 tahun, sementara 26% dewasa muda melaporkan mengalami konstipasi sejak masa kanak-kanak.
Jika dibiarkan, konstipasi pada anak dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Oleh karena itu, pencegahan sangat penting, salah satunya dengan asupan serat prebiotik yang cukup.
“Kurangnya asupan serat prebiotik dapat membuat feses menjadi lebih keras dan sulit dikeluarkan,” tambah dr. Ezy.
Sayangnya, 9 dari 10 anak tidak memenuhi asupan serat prebiotik harian mereka. Padahal, prebiotik penting untuk mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikrobiota usus (bakteri baik), yang berdampak positif pada konsistensi feses, frekuensi buang air besar, dan mengurangi kembung.
“Untuk menjaga kesehatan pencernaan dan mencegah masalah seperti konstipasi, pemberian pola makan bergizi seimbang dan cukup serat prebiotik sangat penting,” ujarnya.
Prebiotik bisa diperoleh dari makanan alami seperti buah-buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan, serta sumber lainnya seperti susu pertumbuhan yang terfortifikasi dengan rasio prebiotik yang sesuai. Salah satu serat prebiotik yang telah teruji secara klinis untuk mendukung kesehatan pencernaan adalah FOS:GOS 1:9.
Penting untuk mencukupi asupan harian serat prebiotik bagi anak agar kesehatan pencernaannya terjaga dan terhindar dari gangguan pencernaan. Monitor kebiasaan pup si Kecil setiap hari.
Memantau kebiasaan pup secara rutin akan membantu orang tua mendeteksi gejala awal konstipasi, seperti ketika tekstur pup mulai keras meskipun frekuensi buang air besar masih rutin. Memastikan perkembangan saluran cerna yang sehat sejak dini adalah kunci bagi kesehatan holistik dan tumbuh kembang optimal anak.
Dengan memahami pentingnya asupan serat prebiotik untuk mencegah konstipasi, langkah-langkah harus diambil untuk meningkatkan asupan tersebut di kalangan anak-anak.
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK., menjelaskan bahwa manfaat kesehatan dari kombinasi FOS:GOS 1:9 telah diteliti dalam lebih dari 40 studi ilmiah, yang menghasilkan lebih dari 90 publikasi internasional di berbagai negara.
Kombinasi serat prebiotik FOS:GOS 1:9 telah terbukti membantu menjaga kesehatan pencernaan anak dengan membuat konsistensi feses tetap lunak dan mendukung kebiasaan buang air besar yang teratur, sehingga anak terbebas dari masalah pencernaan dan dapat mendukung perkembangan dan kreativitas mereka.